JAKARTA. RAMBUKOTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta tengah memetakan indeks kerawanan pemilu (IKP) untuk mengantisipasi permasalahan dan potensi pelanggaran pesta demokrasi pada 2024 mendatang. Kekerasan verbal baik berupa fitnah maupun kata-kata ancaman masih menjadi potensi kerawanan yang perlu diantisipasi oleh para penyelenggara pemilu.
Hal tersebut diungkapkan Burhanuddin, Anggota Bawaslu DKI Jakarta ketika membuka acara Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif pada Pemilihan Umum Serentak 2024 yang digelar Bawaslu Jakarta Barat pada Sabtu (12/11/2022). Rencananya, penyusunan IKP untuk pelaksanaan pemilu di Jakarta ini akan rampung akhir tahun.
“Kami sekarang sedang menyusun indeks kerawanan pemilu. Apa saja potret pada Pilkada 2017 dan Pemilu 2019 di DKI Jakarta, apakah ada kekerasan yang terjadi ketika itu, kami melihat adanya kekerasan verbal dan akan dipetakan masalah ini,” kata Burhanuddin.
IKP yang disusun akan memuat empat dimensi yaitu konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, pelaksanaan kontestasi atau kampanye calon, serta tingkat partisipasi masyarakat. Selain itu, IKP juga akan memuat 12 subdimensi dan 61 indikator.
Nah, dari sejumlah indikator tersebut, kekerasan verbal dalam pelaksanaan pemilu masih menjadi kerawanan yang harus diantisipasi. Kekerasan verbal merupakan tindakan tidak terpuji terhadap seseorang melalui kata-kata dan tanpa perlakuan fisik, contohnya seperti fitnah, kata ancaman, merendahkan, menakut-nakuti, menghina, serta membesar-besarkan kesalahan.
“Kami akan petakan semuanya untuk memastikan dan dapat disusun lalu mencari cara mencegah agar kerawanan yang terjadi di pemilu sebelumnya bisa dicarikan jalan keluar, tentu kami membutuhkan bantuan panwascam dan pihak lain untuk merumuskan indeks tersebut,” jelas dia.
Burhanuddin menambahkan, Jakarta terdiri dari masyarakat yang multikultural, sehingga potensi kerawanan pemilu perlu dikelola secara baik. “Perhelatan pemilu nanti jangan sampai membuat masyrakat terkotak-kotak. Boleh saja dalam pemilu berbeda pilihan, tapi juga harus ditekankan agar pascapemilu antar masyarakat tetap bisa ngopi bareng,” imbuhnya.
A Zubadillah, Anggota Bawaslu Jakarta Barat mengatakan, pihaknya juga berupaya untuk memformulasikan program yang cocok dengan kultur masyarakat Jakarta. Sehingga pengawasan Pemilu Serentak 2024 dapat berjalan secara partisipasif. Misalnya, masyarakat dapat berani menjadi pelapor akan dugaan pelanggaran pemilu ataupun hanya sekadar pemberi informasi awal ke Bawaslu.
Ia menambahkan, pelaksanaan acara yang dihadiri oleh panitia pengawas kecamatan (Panwascam) se-Jakarta Barat ini juga bertujuan agar tahapan pemilu tersosialisasi dengan baik hingga ditingkat bawah. “Kami harap sosialisasi pemilu ini tidak hanya di dalam ruangan ini, sambil ngopi di pasar-pasar, bisa memberitahukan kepada masyarakat akan pentingnya pemilu. Pemilu adalah tanggung jawab bersama,” katanya.
Dahlia Umar, Ketua Netfid Indonesia mengatakan, hal-hal yang perlu diwaspadai dalam penyelenggaraan pemilu yaitu potensi kecurangan baik yang dilakukan peserta maupun penyelenggara pemilu. Beberapa hal yang rawan dan berpotensi terjadinya kecurangan pemilu di antaranya, tahapan penetapan daftar pemilih tetap (DPT), serta saat rekapitulasi di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK). Sehingga, pengawas pemilu perlu mempersiapkan program untuk mencegah terjadinya potensi kecurangan tersebut.