Menggali Tradisi Intelektual Para Ulama Betawi Lewat Manuskrip Hikayat Syekh Saman

Ilustrasi flyer seminar Hikayat Syekh Saman

JAKARTA. RAMBUKOTA – Kebudayaan Betawi tidak hanya kaya akan keragaman seni dan kulinernya, kesusastraan di wilayah yang (masih) menjadi ibu kota Indonesia ini juga telah berkembang sejak berabad-abad silam. Salah satunya, manuskrip Hikayat Syekh Saman Pecenongan yang disalin oleh sastrawan Betawi Muhammad Bakir dengan bahasa Melayu pada 1884 silam.

Untuk menggali lebih jauh manuskrip tersebut dan kaitannya dengan jaringan keilmuan ulama Betawi, Lembaga Studi Islam (LSI) Al Awfiya bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta akan menggelar seminar di PDS HB Jassin Komplek Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Jumat (29/7/2022).

Bacaan Lainnya

Rencananya, seminar Hikayat Syekh Saman ini akan menghadirkan Peneliti Manuskrip Ulama Nusantara sekaligus Co-Fouder Nahdlatut Turots Dr A Ginanjar Sya’ban M.Hum dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr Muhammad Sholeh Hasan Lc MA. Seminar tersebut akan digelar secara luring dan daring di Channel Youtube Al Awfiya.

Dr Ahmad Irfan, Ketua LSI Al Awfiya mengatakan, tradisi intelektual di Betawi baik dari segi kesusastraan maupun ilmu Agama Islam telah berlangsung sejak lama. Manuskrip Hikayat Syekh Saman Pecenongan menjadi salah satu bukti perkembangan sastra dan agama Islam di Betawi dalam bentuk tulisan.

Pelaksanaan seminar yang mengambil tema “Manuskrip Hikayat Syaikh Samman Pecenongan: Kesusastraan Klasik, Tradisi Intelektual dan Jaringan Keilmuan Ulama Betawi Abad ke-19 M” merupakan upaya pihaknya untuk menggali pesan-pesan yang tercatat di dalamnya. Irfan berharap, diskusi ini nantinya dapat menambah literasi akan kebudayaan Betawi melalui penggalian manuskrip bersejarah.

“Kami berharap para filologi, mahasiswa sekaligus para pecinta sejarah bisa turut serta untuk mengikuti seminar ini,” ujarnya ketika dihubungi Rambukota, Rabu (27/7/2022).

Selain itu, Manakib Syekh Saman juga amat dekat dengan kultur masyarakat Betawi. Di mana, pembacaan manakib ulama asal Madinah ini sering terdengar dalam setiap acara syukuran warga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Taala dalam fase kehidupan yang telah dilalui.

BACA JUGA : 

Berdasarkan catatan di laman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, naskah Hiyakat Syekh Muhammad Saman semula ditulis dalam bahasa Arab. Barulah sekitar tahun 1196 H atau 1782 Masehi ditulis ulang dengan bahasa Arab-Jawi oleh Muhammad Muhyiddin Bin Syekh Syahbuddin Al-Jawi.

Belakangan, naskah yang memuat cerita tentang sejumlah wali Allah, seperti Syekh Abdul Kadir Jaelani, Muhyidin ibn Arabi, Syekh Abi Yazid al-Bustami, Sayyid Umar ibn al-Farid, dan Syekh Muhammad as-Saman disalin ulang oleh Muhammad Bakir pada tahun 1884. Ia menyalin naskah Hikayat Syekh Muhammad Saman dari bahasa Arab ke bahasa Melayu agar bisa dibaca oleh orang-orang yang tidak memahami Bahasa Arab dengan baik pada masa itu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *