Perlu Rekayasa Konstitusional Agar Peserta Pilpres Tak Membludak

Foto: Mahkamah Konstitusi

JAKARTA, RAMBUKOTA – Penghapusan presidential threshold oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) rupanya masih punya celah terhadap kualitas politik di masa mendatang. Salah satunya, potensi peserta pemilu presiden (Pilpres) yang membludak.

Tidak adanya ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden mengakibatkan seluruh partai politik (parpol) bisa mengusung calonnya. Sehingga, perlu merekayasa konstitusional atau constitutional engineering dalam dalam rancangan UU Pemilu ke depan.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Setidaknya ada lima panduan yang dipaparkan MK dalam sidang pengucapan putusan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 terkait gugatan atas kebijakan presidential threshold. Sidang yang digelar pada Kamis (2/1/2025) itu pimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.

MK menilai, DPR RI perlu mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak dalam revisi UU Pemilu. Sebab, kejadian tersebut justru akan berpotensi merusak hakikat Pilpres secara langsung oleh rakyat.

Adapun lima panduan yang ditekankan MK dalam perubahan UU Pemilu nantinya yakni,

  1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
  2. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
  3. Gabungan partai politik peserta pemilu tersebut jangan sampai menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
  4. Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
  5. Perumusan rekayasa konstitusional harus dapat melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Selain Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia bersama tiga kawannya dari UIN Sunan Kalijaga, uji materi presidential threshold juga diajukan dalam tiga perkara lainnya. Masing-masingnya yaitu, Perkara Nomor 129/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 87/PUU-XXII/2024, serta Perkara Nomor 101/PUU-XXII/2024.

Sejak pertama kali diterapkan dalam Pilpres 2004, telah 33 kali dilakukan uji materi terhadap kebijakan ambang batas berlaku. Tapi, seluruhnya kandas sehingga Pilpres 2024 masih menerapkan presidential threshold berupa kewajiban bagi parpoil atau gabungan parmol memiliki 20% kursi di DPR RI atau 25% suara nasional agar bisa mengusung capres dan cawapres.

banner 300x250

Pos terkait

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *