JAKARTA, RAMBUKOTA – Kalangan pencinta ilmu dan dakwah Islam di Jakarta mungkin merasakan duka yang mendalam pada tahun 2021 lalu. Bagaimana tidak, sangat banyak ulama yang tutup usia di tahun pandemi tersebut, di antaranya dua pakar hadist asal Betawi, KH A Syarifuddin Abdul Ghoni MA dan Dr KH Lutfi Fathullah.
Kyai Syarifuddin, ulama dari Kampung Basmol, Jakarta Barat lahir pada 1 Juli 1957. Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta dan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini wafat pada usia 64 tahun, tepatnya pada Kamis, 27 Mei 2021 silam.
Tokoh dengan segudang aktivitas dan jadwal pengajian yang padat ini merupakan murid dari para ulama terkemuka, seperti Syekh Muhajirin Amsar dan Syekh Yasin Al Fadani. Selain itu, buah hati dari pasangan KH Abdul Ghoni Bin M Zen dan Hj Alijah Binti Abdullah merupakan lulusan program magister di Islamic University Medina.
“Selain kedalaman ilmunya terutama di bidang hadits, fiqih, dan ushul fiqih tentunya banyak hal yang saya kagumi dari beliau. Tapi yang paling berkesan, bagusnya akhlak beliau terutama kewaraan (kehati-hatian), kelapangan hati, dan kelembutannya,” ujar KH Zulfa Mustofa, Katib Syuriyah PBNU dalam testimoninya.
Belum lepas kesedihan atas kepergian Kyai Syarifuddin, pada 11 Juli 2021 tersiar kabar juga kerpergian Dr KH Lutfi Fathullah. Ulama yang pernah menjabat sebagai Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bazis DKI Jakarta ini tutup usia pada 57 tahun.
Kyai Lutfi merupakan cucu dari KH Abdul Mughni atau Guru Mughni, ulama Betawi yang dikenal sebagai satu dari enam guru era 1900-an. Tokoh asal Kuningan, Jakarta Selatan ini menempuh pendidikan program S2 di Jordan Universty. Selepas itu, ia melanjutkan program doktoral di University Kebangsaan Malaysia.
Kenang-Kenangan dari Sang Ulama
Dalam perjalanan hidupnya, KH Syarifuddin menghasilkan sebuah karya monumental berupa kitab berjudul “Al-Badru Munir fi Takhriji Ahadits Syarhil Kabir”. Kitab tersebut dicetak Daarul Ashima, Riyadh, Arab Saudi pada tahun 2009.
KH Syarifuddin bersama rekan-rekan dari lulusan program pascasarjana Universitas Medina menuliskan kitab ini dengan jumlah total 28 jilid. Ia sendiri mengerjakan jilid keempat tentang kajian hadist yang berkaitan hukum thaharah atau bersuci dengan jumlah mencapai 458 halaman.
Tak kalah dari rekan seperjuangnya, Kyai Lutfi juga banyak melahirkan karya tulis, misalnya buku berjudul Membuka Pintu Rizki Melalui Wirid Pagi & Petang, serta 40 Hadist Keutamanaan Dzikir dan Berdzikir. Tak sampai di situ, beliau merupakan seorang pejuang literasi Islam digital.
Bersama tim Pusat Kajian Hadist, KH Lutfi mendirikan website Perpustakaan Islam Digital. Di situ, terdapat 2.700 judul dan 6.100 jilid kitab klasik maupun kontemporer yang bebas diunduh kalangan pencinta ilmu.
Laman perpustakaanislamdigital.com menampilkan sejumlah karya tulis dari para alim ulama kenamaan, mulai dari ilmu Al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an, ilmu hadist, sejarah, hingga bidang akhlak dan tasawuf. Yakni, mulai dari kitab Tafsir Jalalain, kitab Ash Shohih Al Bukhori, hingga kitab hadist Arbain karangan Imam Nawawi.
“Sebagai seorang pelajar, terlebih pengajar, apalagi ulama, perpustakaan merupakan kekayaan yang mutlak dimiliki. Terasa aneh jika seorang yang katanya ulama namun hanya memiliki puluhan kitab saja,” ujar Kyai Lutfi dalam kata pengantarnya.
Kini, kedua ahli ilmu ini telah pergi untuk memenuhi janji yang telah ditulis untuk mereka. Selamat jalan kyai, terima kasih atas jejak-jejak ilmu yang telah ditinggalkan.