Hak Pilih Penyandang Disabilitas Harus Dikawal Sejak Pendataan

Seminar Fasilitasi Penguatan Pemahaman Kepemiluan Kepada Disabilitas yang digelar Bawaslu DKI Jakarta di Leisure Inn Arion Hotel Jakarta, Senin (27/2/2023). (Foto : Rambukota/Yazid)

JAKARTA, RAMBUKOTA – Pendataan yang akurat dalam tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih menjadi faktor penting penyelenggaraan Pemilu 2024 yang ramah bagi kelompok rawan, khususnya para penyandang disabilitas. Oleh karena itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta selaku penyelenggara pemilihan umum akan terus berupaya untuk memenuhi hak pilih warga negara berkebutuhan khusus tersebut.

Burhanuddin, Anggota Bawaslu DKI Jakarta mengatakan, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan hak pilih para penyandang disabilitas. Masing-masing yakni, terdaftar dalam pemilih tetap dan adanya sisi aksesisibilitas atau keterjangkauan sekaligus kemudahan ketika hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 mendatang.

Bacaan Lainnya

“Perhatiannya tidak hanya dalam pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT), tapi juga pada pelaksanaan pemungutan suara. Selama ini mungkin banyak mengalami kendala, terutama dalam hal aksesibilitas,” ujar Burhanuddin ketika membuka seminar Fasilitasi Penguatan Pemahaman Kepemiluan kepada Disabilitas di Leisure Inn Arion Hotel Jakarta, Senin (27/2/2023).

Untuk mengoptimalkan usaha tersebut, peran aktif warga yang tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati penyandang disabilitas juga sangat diperlukan. Oleh sebab itu, Bawaslu DKI Jakarta mengundang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Pusat Pemilihan Umum Akses (PPUA) Disabilitas, serta Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) dalam seminar ini sebagai upaya sosialisasi.

Sekadar informasi, jumlah daftar pemilih tetap disabilitas di DKI Jakarta mencapai 9.430 orang pada Pemilu 2019 silam. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.520 orang merupakan tunagrahita, 1.717 orang tunadaksa, 1.060 orang tunarungu, 906 orang tunanetra, serta 2.177 orang disabilitas lainnya.

Data detail disabilitas

Burhanuddin menambahkan, para petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) yang telah dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus mampu mencatat jumlah masing-masing penyandang disabilitas secara detail. Penyediaan akses bagi kelompok warga negara tersebut akan sulit terpenuhi di tempat pemungutas suara (TPS) bila pencatatan tidak dilakukan oleh petugas.

“Kami ingin dalam pelaksanaan Pemilu 2024, para penyandang disabilitas bisa masuk dalam daftar pemilih tetap. Dan, kami juga berharap PPDI, PPUA Disabilitas, serta HWDI bisa membantu dalam memberikan masukan dan informasi terkait kendala-kendala yang terkait penyandang disabilitas,” imbuh Burhanuddin.

Alwan Ola Riantoby, Direktur Eksekutif Kata Rakyat menambahkan, tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih merupakan waktu yang ideal untuk memulai upaya pengawalan hak pilih pada kelompok rawan para penyandang disabilitas. Persoalannya, hingga kini banyak petugas pencatatan yang belum memahami kriteria disabilitas.

Adapun jenis-jenis disabilitas yang perlu diketahui petugas antara lain kriteria penyandang keterbatasan fisik atau tunadaksa, pemilih yang memiliki keterbatasan sensorik semisal tunanetra dan tunarungu, penyandang keterbatasan intelektual atau tuagrahita, serta para penyandang keterbatasan mental atau psikososial.

Alwan bilang, sedikitnya data hasil identifikasi pemilih saat kegiatan coklit akan berdampak pada penyediaan TPS sehingga kurang ramah bagi para penyandang disabilitas. “Harus dimulai dalam pendataan pemilih. Kalau di awal sudah rapih, pendataan sudah rapih, bisa mengidentifikasi jenis kolom, maka penyelenggaraannya juga akan rapih,” jelasnya.

Pada Pemilu 2019 lalu sangat banyak ditemui TPS yang tidak ramah para penyandang disabilitas. Misalnya, pintu masuk yang terlalu sempit sehingga kursi roda tidak bisa masuk, ataupun lokasi yang terlalu tinggi atau bertangga sehingga membuat pemilih disabilitas kesulitan.

“Contohnya penyandang tunarungu, kalau dipanggil 100 kali pun ia tidak akan tahu, karena itu petugas TPS bisa melayaninya lewat panggilan dengan mengangkat kertas, atau bagi tunanetra dengan pendampingan untuk bisa masuk ke lokasi pencoblosan,” imbuh Alwan.

Nurul Hilaliyah, Sekretaris Eksekutif Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia menambahkan, hak politik warga penyandang disabilitas telah dijamin oleh negara, yakni diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Sehingga, dengan kebijakan tersebut kelompok masyarakat ini punya hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu 2024.

Namun demikian, kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan penyandang disabilitas merupakan salah satu tantangan yang perlu diantisipasi dalam pemilu tahun depan. “Penggunaan media sosial selain efektif sebagai media kampanye, tapi juga rawan untuk penyebaran hoaks serta tantangan sendiri bagi kaum perempuan dan penyandang disabilitas,” tutur Nurul.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *